Dorong Penguatan Daya Dukung Pesisir di Pinrang, KAPABEL Gelar Diskusi Bersama Dinas Perikanan, DPPLH, dan KPH

Pinrang – Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL) gelar Pertemuan Konsultasi Multipihak Program Adaptasi Perubahan Iklim pada Rabu (23/6/2021) di MS Hotel Pinrang, Sulawesi Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas Isu Perubahan Iklim Desa Intervensi Program KAPABEL dan Kewenangan Pengelolaan Kawasan pesisir Kab. Pinrang.

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Dinas Perumahan, Pemukiman dan Lingkungan Hidup, Perwakilan Dinas Perikanan, Perwakilan Kesatuan Pengelolaan Hutan Sawitto, Kelompok Peduli Perubahan Iklim (KPPI).

M. Gusti Zainal selaku koordinator program KAPABEL membuka kegiatan disertai dengan pemaparan program adaptasi perubahan iklim yang didanai oleh Adaptation Fund.

“Program KAPABEL yang telah berjalan di empat Kabupaten (Kab. Tana Toraja, Kab. Toraja Utara, Kab. Enrekang dan Kab. Pinrang, Prov. Sulsel) bertujuan untuk menghasilkan keterampilan dan pengetahuan untuk adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim” ungkap Gusti.

“Tak hanya itu, kami juga akan mendorong penguatan POKJA PS dan POKJA PPRKD dan melakukan sharing data hasil kajian kerentanan kepada Instansi Provinsi maupun Instansi Daerah” lanjutnya.

Informasi yang didapatkan melalui audiensi sebelumnya dengan Pihak Dinas Perikanan, DPPLH dan KPH Sawitto memiliki program/kegiatan penanaman mangrove di pesisir Kab. Pinrang, khususnya Desa Intervensi Program KAPABEL yakni Desa Paria, Desa Bababinanga, Kec. Duampanua dan Desa Salipolo Kec. Cempa.

M. Faisal M selaku Manager Program KAPABEL memantik diskusi untuk memastikan tidak adanya tumpang tindih lokasi penanaman mangrove dan membahas 10 isu yang terjadi di pesisir Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang dengan tema “Pengelolaan Kawasan Pesisir, Kewenangan Siapa?”.

Rencana yang akan dilakukan oleh pihak KPH sudah ada yang berjalan, keterangan yang disampaikan oleh Nurlina Muing selaku perwakilan KPH Sawitto akan memastikan tidak adanya tumpang tindih lokasi penanaman dan akan sharing data lokasi rehabilitasi yang sementara berjalan seluas 35 hektar di Desa Paria dan sementara dalam proses penanaman. Tambahnya, di Desa Bababinanga seluas delapan hektar tetapi masih dalam proses persetujuan melalui areal indikatif yang diusulkan seluas 50 hektar.

Selanjutnya, Faisal menyerahkan dokumen 10 isu yang terjadi di pesisir DAS Saddang kepada Dinas Perikanan, DPPLH dan KPH sebagai upaya bersinergi dalam penguatan daya dukung pesisir berdasarkan hasil observasi anggota KPPI dan kajian tim KAPABEL. Isu tersebut yaitu

  1. Adanya kematian udang pada tambak yang dipicu oleh tidak adanya angin (Desa Salipolo, Desa Bababinanga dan Desa Paria)
  2. Adanya alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak (Desa Bababinanga)
  3. Adanya tumpukan sedimentasi (Pasir) pada muara sungai saddang
  4. Kejadian abrasi yang terus terjadi pada lokasi tambak masyarakat Desa Paria (pematang tambak)
  5. Penumpukan sampah pada bantaran sungai (Desa Paria)
  6. Adanya ablasi yang terjadi sepanjang bantaran sungai saddang (Desa Massewae, Desa Katomporang, dan Desa Bababinanga)
  7. Adanya kepemilikan lahan wilayah pesisir pada lokasi pembibitan (Dusun Tanroe, Desa Bababinanga)
  8. Adanya perubahan pola sedimentasi di lokasi rencana penanaman yang awalnya pasir berlumpur menjadi pasir laut akibat tingginya sedimentasi laut (Desa Salipolo)
  9. Adanya kegiatan rehabilitasi mangrove pada lokasi intervensi KAPABEL sehingga perlu mengkoordinasikan lokasi penanaman tersebut kepada pihak yang melaksanakan kegiatan di sepanjang Desa Paria.
  10. Adanya aktivitas nelayan disekitaran calon Kawasan penanaman mangrove yang akan merusak bibit yang akan ditanam akibat alat tangkap yang digunakan.

Sulaiman selaku Kepala DPPLH Kab. Pinrang menerangkan berdasarkan dari isu yang dipaparkan perlu adanya beberapa isu untuk berkolaborasi dan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi karena sudah bukan lagi Pemerintah Kabupaten yang berwenang yang terkait dengan program di DAS Saddang. Untuk program lingkungan masih wewenang DLH, yakni pemanfaatan sampah bernilai ekonomi. Mendorong pegiat lingkungan untuk mengedukasi masyarakat karena sekarang sudah tidak adalagi sampah yang tidak punya nilai. Terkhusus untuk Kawasan pesisir, Sempadan pantai tidak boleh dimiliki atau diklaim sebagai lahan pribadi berdasarkan titik nol pasang tertinggi sejauh 100 meter, tetapi saat ini hanya diperuntukkan untuk tujuan wisata dan tidak boleh ada jual beli wilayah pesisir.

Agustina selaku sekretaris Dinas Perikanan Kab. Pinrang juga menerangkan beberapa tahun ini banyak sertifikasi lahan di pesisir oleh masyarakat, sementara sertifikasi tersebut dilakukan masyarakat berada pada wilayah sempadan. Masyarakat mengklaim lahan tersebut warisan keluarga, sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi kami. Khusus untuk penanaman mangrove sudah menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi bukan lagi Pemerintah Kabupaten. Dinas Perikanan saat ini lebih kepada pemberdayaan masyarakat pesisir saja.

Persoalan wilayah pesisir yang terjadi saat ini begitu kompleks dan sudah sejak lampau dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Pinrang, tetapi upaya yang dilakukan tidak dapat membendung derasnya air sungai dan banyaknya sedimentasi dari wilayah hulu sungai saddang yang mengalir.

Indra anggota KPPI Paria Mangolo (Parma) Desa Paria menerangkan apabila sedimentasi di muara sungai masih terjadi akan memberi dampak sulit untuk akses perahu dan sirkulasi air di muara tidak baik disalurkan ke tambak. Lanjutnya, Desa Paria terdapat 22 titik penumpukan sampah dan tidak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Namun, Kadis DPPLH menerangkan bahwa inovasi saat ini diupayakan agar program bank sampah milik DPPLH menjadi tren dimasyarakat karena tidak adalagi sampah yang tidak bernilai. Prinsipnya, tidak efektif jika pemerintah yang mau melaksanakan saja. Persoalan sekarang adalah masyarakat ingin transaksi langsung namun system yang diterapkan DPPLH ialah sistem menabung.

Penulis: Muhammad Sahid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *