Workshop dan Kick Off Program Adaptasi Perubahan Iklim di DAS Saddang
Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL) bersama dengan kemitraan (The Partnership for Governance Reform) menggelar Workshop “Adaptasi Masyarakat Ekosistem DAS Saddang berbasis Pengelolaan Pangan Hutan” sebagai tanda kick-off program adaptasi perubahan iklim pada lanskap DAS Saddang yang didanai oleh Adaptation Fund. Workshop ini diselenggarakan secara serentak di lima lokasi berbeda yang terkoneksi melalui via conference meeting dengan aplikasi Zoom (20/10). Ke-5 lokasi tersebut antara lain kantor BAPPELITBANGDA Provinsi Sulsel, Kantor BAPPEDA Toraja Utara, Kantor BAPPEDA Tana Toraja, Kantor BAPPEDA Enrekang, Kantor Diskominfo Pinrang. Turut hadir pula melalui virtual, Kasubdit Konservasi Sumberdaya Alam dan Keanekaragaman Hayati, Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS), dan perwakilan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK.
Ketua Konsorsium KAPABEL, Muh. Ichwan menerangkan bahwa salah satu tujuan diselenggarakannya kegiatan workshop ini adalah menampung segala bentuk kritikan dan masukan dari para pihak terkait sehingga dapat membantu dalam hal penyempurnaan konsep program.
Sebelumnya, Senin (19/10) Kemitraan (The Partnership for Governance Reform) dan KAPABEL telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (MoU) dengan Gubernur Sulawesi Selatan tentang Dukungan dan Pengembangan Program Adaptasi Masyarakat Ekosistem DAS Saddang Berbasis Pengelolaan Pangan Hutan. MoU ini menjadi bentuk dukungan Pemerintah Provinsi dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas project guna mendorong tercapainya peningkatan resilensi terhadap perubahan iklim khususnya di Sulawesi Selatan.
Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL) yang terdiri dari Yayasan Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM), Yayasan Alumni Kehutanan Unhas (YAKU), Puslitbang National Heritage Biodiversity and Climate Change Universitas Hasanuddin, Kanopi Hijau, dan Bumi Lestari menjadi satu-satunya lembaga di Indonesia sebagai Execting Entity (EE) yang usulan programnya telah lolos dan memenuhi kriteria dari Adaptation Fund.
Direktur Kemitraan, Laode M Syarief menekankan bahwa KAPABEL adalah yang pertama diIndonesia dipercaya oleh Adaptation Fund, maka harus betul-betul serius meramu konsep program, sehingga dapat menjadi projek percontohan.
Program dengan judul “Adaptasi Masyarakat Ekosistem DAS Saddang Berbasis Pengelolaan Pangan Hutan” ini tepatnya akan dilakukan di lokasi administrasi DAS Saddang yang berada di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Toraja Utara, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Pinrang, yang melibatkan 27.143 penerima manfaat yang tersebar di 15 desa. Program ini akan menjadi Pilot Project Adaptation Fund di Indonesia, karena menjadi program pertama Adaptation Fund yang akan berjalan di Indonesia.
M. Gusti Zainal, selaku Program Coordinator Adaptasi Perubahan Iklim di DAS Saddang oleh KAPABEL ini menekankan bahwa peran fasilitator lapangan dalam implementasi program adalah perhatian utama pelaksana program ini.
“Yang paling utama adalah melatih fasilitator lapangan agar dapat mengembangkan kapasitas masyarakat” tegas Gusti selaku Program Coordinator KAPABEL.
“Jika kelompok masyarakatnya handal, maka tentunya kita akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat” lanjutnya.
Adaptation Fund merupakan lembaga internasional yang dibentuk untuk mendanai proyek dan program adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang yang merupakan pihak dalam Protokol Kyoto dan khususnya rentan terhadap perubahan iklim. Sejak 2010, Adaptation Fund telah berkomitmen sebesar US $720juta termasuk mendukung 100 proyek adaptasi. Kemitraan (The Partnership for Governance Reform) telah melalui proses akreditasi untuk menjadi mitra resmi Adaptation Fund sebagai National Implementing Entity (NIE) atau Entitas Pelaksana Nasional di Indonesia yang diberi tanggung jawab untuk menginisiasi program adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Pada tahun 2016, Kemitraan (The Partnership for Governance Reform) membuka peluang kepada seluruh Civil Society Organization (CSO) di Indonesia untuk ikut mengambil peran dan bermitra sebagai Executing Entity (EE) atau Entitas Pelaksana di berbagai belahan daerah di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan.